Minggu, 05 Mei 2013

ASUHAN KEPERAWATAN TB

Asuhan Keperawatan TB 06 mei 2013 Pengertian Tuberkulosis ( TBC ) • Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000). • Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001). • Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru (Smeltzer, 2001). • Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-paru (IPD, FK, UI). Etiologi Tuberkulosis ( TBC ) Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang aerobik tahan asam ( Price , 1997 ) yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um. Klasifikasi Tuberkulosis ( TBC ) a. Pembagian secara patologis : • Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ). • Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ). b. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu : • Tuberkulosis Paru BTA positif. • Tuberkulosis Paru BTA negative c. Pembagian secara aktifitas radiologis : • Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif. • Tuberkulosis non aktif . • Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ). d. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi ) • Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru. • Moderateli advanced tuberculosis, yaitu adanya kapitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru. • For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis. e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thorasic Society memberikan klasifikasi baru: • Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif. • Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif. • Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit. • Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit. f. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori : • Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan batuk TB berat. • Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum BTA positf. • Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I. • Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik. Patofisiologi Tuberkulosis ( TBC ) Manifestasi Klinis Tuberkulosis ( TBC ) Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut: • Gejala umum Tb paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum , malaise , gejala flu , demam ringan , nyeri dada , batuk darah . ( Mansjoer , 1999) • Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan ( Luckman dkk, 93 ) Gejala khusus, antara lain sebagai berikut: • Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak. • Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. • Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. • Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Komplikasi Tuberkulosis ( TBC ) Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu : • Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas. • Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial. • Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. • Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal. Pemeriksaan Diagnostik Tuberkulosis ( TBC ) a. Pemeriksaan Laboratorium • Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit • Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat. • Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda. • Anemia bila penyakit berjalan menahun • Leukosit ringan dengan predominasi limfosit • LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan. • GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru. • Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis. • Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas. b. Radiologi • Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas. • Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB. • Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura). c. Pemeriksaan fungsi paru Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural. Pencegahan Tuberkulosis ( TBC ) • Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut. • Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan. • Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak. • Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan. • Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah. • Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran. Penatalaksanaan Tuberkulosis ( TBC ) a. Farmakologi Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis , yaitu sebagai berikut: • Aktivitas bakterisid Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur dengan kecepataan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan). • Aktivitas sterilisasi Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan. Pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu macam obat saja. Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis dilskukan dengan memakai perpaduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid. Dengan memakai perpaduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih serta pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH Medikamentosa Jenis obat yang dipakai - Obat Primer - Obat Sekunder 1. Isoniazid (H) 1. Ekonamid 2. Rifampisin (R) 2. Protionamid 3. Pirazinamid (Z) 3. Sikloserin 4. Streptomisin 4. Kanamisin 5. Etambutol (E) 5. PAS (Para Amino Saliciclyc Acid) 1. Tiasetazon 2. Viomisin 3. Kapreomisin 4. Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu : • Tahap INTENSIF Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. • Tahap lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kelembutan. Tahab lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Kegagalan Pengobatan Tuberkulosis ( TBC ) Sebab-sebab kegagalan pengobataan : a. Obat : - Paduan obat tidak adekuat - Dosis obat tidak cukup - Minum obat tidak teratur / tdk. Sesuai dengan petunjuk yang diberikan. - Jangka waktupengobatan kurang dari semestinya - Terjadi resistensi obat. b. Drop out : - Kekurangan biaya pengobatan - Merasa sudah sembuh - Malas berobat c. Penyakit : - Lesi Paru yang sakit terlalu luas / sakit berat - Ada penyakit lainyang menyertai contoh : Demam, Alkoholisme dll - Ada gangguan imunologis Penanggulangan Khusus Pasien Tuberkulosis ( TBC ) Terhadap penderita yang sudah berobat secara teratur - menilai kembali apakah paduan obat sudah adekuat mengenai dosis dan cara pemberian. - Pemeriksaan uji kepekaan / test resistensi kuman terhadap obat Terhadap penderita yang riwayat pengobatan tidak teratur - Teruskan pengobatan lama ± 3 bulan dengan evaluasi bakteriologis tiap-tiap bulan. - Nilai ulang test resistensi kuman terhadap obat - Jangka resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat yang masih sensitif. Pada penderita kambuh (sudah menjalani pengobatan teratur dan adekuat sesuai rencana tetapi dalam kontrol ulang BTA ( +) secara mikroskopik atau secara biakan ) 1. 1. Berikan pengobatan yang sama dengan pengobatan pertama 2. Lakukan pemeriksaan BTA mikroskopik 3 kali, biakan dan resistensi 3. Roentgen paru sebagai evaluasi. 4. Identifikasi adanya penyakit yang menyertai (demam, alkoholisme / steroid jangka lama) 5. Sesuatu obat dengan tes kepekaan / resistensi Evaluasi ulang setiap bulannya : pengobatan, radiologis, bakteriologis. Pengkajian Tuberkulosis ( TBC ) Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah sebagai berikut: a. Pola aktivitas dan istirahat Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), demam, menggigil. Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul. b. Pola nutrisi Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan. Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan. c. Respirasi Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada. Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). d. Rasa nyaman/nyeri Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis. e. Integritas ego Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan. Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung. f. Keamanan Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker. Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut. g. Interaksi Sosial Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran. Diagnosa Keperawatan Tuberkulosis ( TBC ) a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal. b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial. c. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial. d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap. e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif. f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif h. Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman. Perencanaan Keperawatan pada Tuberkulosis ( TBC ) 1. Diagnosa Keperawatan : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal. Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan kebersihan jalan napas efektif, dengan criteria hasil: • Mempertahankan jalan napas pasien. • Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. • Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. • Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. • Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat. Intervensi : • Kaji ulang fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesori. Rasional : Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat • Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis. Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut. • Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam. Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan. • Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu. Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret. • Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi. Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan. • Lembabkan udara/oksigen inspirasi. Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa. • Kolaborasi pemberian obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi. Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas. 2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial. Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan pertukaran gas efektif, dengan kriteria hasil: • Melaporkan tidak terjadi dispnea. • Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. • Bebas dari gejala distress pernapasan. Intervensi: • Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan. Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. • Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku. Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan. • Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan. Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi. 3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial. Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil: • Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. • Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat. Intervensi : • Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare. Rasional: Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat. • Kaji ulang pola diet pasien yang disukai/tidak disukai. Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien. • Monitor intake dan output secara periodik. Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan. • Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB). Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi. • Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan. Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah. • Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat. Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster. Evaluasi Diagnosa Keperawatan 1 : bersihan jalan napas efektif, dengan kriteria evaluasi: • Mempertahankan jalan napas pasien. • Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. • Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. • Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. • Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat. Diagnosa Keperawatan 2: Pertukaran gas efektif, dengan kriteria evaluasi: • Melaporkan tidak terjadi dispnea. • Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. • Bebas dari gejala distress pernapasan. Diagnosa Keperawatan 3: Kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria evaluasi: • Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. • Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat. Daftar Pustaka Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif ,dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI Media Aescullapius. Price, Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit , Edisi 6.Jakarta:EGC Smeltzer, Suzanne. C dan Bare, Brenda. G. 2001. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth Volume 1. Jakarta: EGC Underwood, J.C.E.1999.Patologi Umum dan Sistematik Volume 2.Jakarta: EGC Lynda Juall Carpenito, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan , edisi 2 , EGC, Jakarta ,1999. Tucker dkk, Standart Perawatan Pasien , EGC, Jakarta , 1998.